PENDAHULUAN
Enzim adalah sekelompok protein yang
berfungsi sebagai katalisator untuk berbagai reaksi kimia dalam sistem
biologik. Hampir tiap reaksi kimia dalam sistem biologis dikatalisis oleh
enzim. Sintesis enzim terjadi didalam sel dan sebagian besar enzim dapat
diekstraksi dari sel tanpa merusak fungsinya (Sadikin, 2001). Fungsi suatu
enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi dalam sel
maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali
lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi
enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, di samping itu
mempunyai derajat kekhasan yang tinggi.seperti juga katalis lainnya, maka enzim
dapat menurunkan energi aktivitas suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang
membutuhkan energi (reaksi endergonik) dan ada pula yang menghasilkan energi
atau mengeluarkan energi (eksergonik) (Poedjiadi, 1994).
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Enzim bekerja dengan urutan-urutan yang teratur dan mengkatalisis ratusan reaksi dari reaksi yang sederhana seperti replikasi kromosom sampai reaksi yang sangat rumit, misalnya reaksi yang menguraikan molekul nutrient; menyimpang; dan mengubah energi kimiawi. Masing-masing reaksi dikatalisis oleh sejenis enzim tertentu. Diantara sejumlah enzim tersebut, ada sekelompok enzim yang disebut enzim pengatur. Enzim dapat mengenali berbagai isyarat metabolis yang diterima. Melalui aktivitasnya, enzim pengatur mengkoordinasikan sistem enzim dengan baik, sehingga menghasilkan hubungan harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolis yang berbeda (Sirajuddin,2011).
Pada keadaan abnormal atau aktivitas berlebihan suatu enzim dapat menimbulkan penyakit. Analisis enzim dalam serum dapat digunakan untuk diagnosis penyakit,seperti : infarktus otot jantung, prostate, hepatitis, dan lain-lain. Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu dan umumnya tergantung pada pH lingkungan. Enzim menunjukkan aktivitas maksimal pada pH optimum, umumnya antara pH 6-0,8. Jika pH rendah atau tingggi, maka dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi, sehingga menurunkan aktivitasnya. Terjadinya penurunan aktivitas enzim dapat dilihat dari hasil hidrolisis substrat yang dikatalisis. Misalnya, amilum terhidrolisis menjadi maltosa dan glukosa. Hasil hidrolisis dapat dibuktikan dengan uji benedict. Bila positif, bererti amilum terhidrolisis, sehingga dapat diasumsikan enzim memiliki aktivitas tingggi. Sebaliknya, bila hasilnya negatif, berarti amilum tidak terhidrolisis karena enzim tidak aktif atau mengalami penurunan aktivitas (Sirajuddin,2011).
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Enzim bekerja dengan urutan-urutan yang teratur dan mengkatalisis ratusan reaksi dari reaksi yang sederhana seperti replikasi kromosom sampai reaksi yang sangat rumit, misalnya reaksi yang menguraikan molekul nutrient; menyimpang; dan mengubah energi kimiawi. Masing-masing reaksi dikatalisis oleh sejenis enzim tertentu. Diantara sejumlah enzim tersebut, ada sekelompok enzim yang disebut enzim pengatur. Enzim dapat mengenali berbagai isyarat metabolis yang diterima. Melalui aktivitasnya, enzim pengatur mengkoordinasikan sistem enzim dengan baik, sehingga menghasilkan hubungan harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolis yang berbeda (Sirajuddin,2011).
Pada keadaan abnormal atau aktivitas berlebihan suatu enzim dapat menimbulkan penyakit. Analisis enzim dalam serum dapat digunakan untuk diagnosis penyakit,seperti : infarktus otot jantung, prostate, hepatitis, dan lain-lain. Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu dan umumnya tergantung pada pH lingkungan. Enzim menunjukkan aktivitas maksimal pada pH optimum, umumnya antara pH 6-0,8. Jika pH rendah atau tingggi, maka dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi, sehingga menurunkan aktivitasnya. Terjadinya penurunan aktivitas enzim dapat dilihat dari hasil hidrolisis substrat yang dikatalisis. Misalnya, amilum terhidrolisis menjadi maltosa dan glukosa. Hasil hidrolisis dapat dibuktikan dengan uji benedict. Bila positif, bererti amilum terhidrolisis, sehingga dapat diasumsikan enzim memiliki aktivitas tingggi. Sebaliknya, bila hasilnya negatif, berarti amilum tidak terhidrolisis karena enzim tidak aktif atau mengalami penurunan aktivitas (Sirajuddin,2011).
Ludah adalah cairan kental yang
diproduksi oleh kelenjar ludah. Kelenjar-kelenjar ludah tersebut terletak di
bawah lidah, daerah otot pipi dan di daerah dekat langit-langit. Air ludah
99,5% terdiri dari air. Sisanya bermacam-macam. Ada zat-zat seperti kalsium (
zat kapur), fosfor, natrium, magnesium dan lain-lain. Di samping itu juga
terdapat mucin, amylase, enzim-enzim, bahkan golongan darah, lemak, zat tepung,
vitamin juga dan sebagainya (Machfoedz, 2008).
METODE
Praktikum dilakukan pada hari Senin,
20 november 2012, dengan menggunakan alat tabung reaksi, papan porselen,
pemanas tabung, sedangkan bahan yang digunakan air liur, benedict, yodium, HCl,
asam asetat, akuades, natrium karbonat, dan larutan kanji. Percobaan pengaruh
pH pada aktivitas amylase air liur dilakukan dalam 4 tabung, masing-masing
tabung diisi dengan HCl, asam asetat, akuades, natrium karbonat, dengan
masing-masing pH 1, 5, 7, 9. Setelah itu, dilakukan penambahan 2 ml larutan
kanji pada masing-masing tabung, lalu kocok dan panaskan dalam suhu 37 derajat
selama 15 menit . Setiap tabung dibagi menjadi 2, jntuk uji yodium dan uji
benedict. Hidrolisis pati oleh amylase air liur dilakukan dengan bahan pati
mentah yang ditambahkan air liur lalu dikocok dan dipanaskan dalam suhu 37
derajat. Setiap selang waktu 1 menit , larutan di uji dengan yodium , warna
yang timbul pada awal-awal berwarna biru hingga berubah menjadi kuning.
Kemudian 5ml larutan di uji dengan benedict dengan pemanasan suhu 100 derajat.
Hidrolisis pati mentah oleh amylase air liur dilakukan sama dengan hidrolisis
pati, perbedaannya terletak pada uji yodium , pada uji yodium proses penambahan
larutan yodiumnya lebih lama dibandingkan pada pati mentah.
HASIL
Tabel 1 Pengamatan Pengaruh pH pada Aktivitas Enzim
Amilase
Larutan
|
pH
indikator
|
Pengamatan
|
Keterangan
|
HCl
|
Iodium
Benedict
|
+
-
|
Gambar 1.1 dengan pereaksi iodium
|
CH₃COOH
|
Iodium
Benedict
|
-
+
|
|
Aquades
|
Iodium
Benedict
|
-
+
|
|
NaCO₃
|
Iodium
Benedict
|
-
+
|
|
|
|
|
Gambar
1.2 dengan pereaksi Benedict
|
|
|
|
|
keterangan :
pada Iodium (+)
mengandung pati
(-)
tidak mengandung pati
Pada Benedict (+)enzim
saliva memecah pati menjadi gula pereduksi
(-)enzim
saliva tidak mampu memecah pati menjadi gula pereduksi
Tabel 2 Pengamatan Hidrolisis Pati oleh Amilase Saliva
Substrat
|
Titik Akromatik (menit)
|
Uji Benedict
|
Pati Matang
|
24
|
+
|
Pati Mentah
|
36
|
-
|
Keterangan :
(+) enzim saliva memecah pati menjadi gula pereduksi
(-) enzim saliva tidak mampu memecah enzim menjadi
gula pereduksi
Gambar 2.1 pati matang dengan
pereaksi Iodium menit 1-24
Gambar 2.2 pati matang dengan
pereaksi Benedict
Gambar 2.3 pati mentah dengan pereaksi
Iodium menit 1-36
Gambar 2.4 pati mentah dengan
pereaksi Benedict
PEMBAHASAN
Saliva mengandung amilase dan lipase. Amilase salivarius
mampu menghidrolisis pati dan glikogen menjadi maltosa namun ini tidak begitu
penting di dalam tubuh karena waktu kontak enzim tersebut dengan makanan sangat
singkat. Hasil hidrolisis enzimatiknya berupa sakarida yang sederhana dan
dextrin. Tergantung dari tingkat hidrolisis amilum maka dextrin yang terbentuk
memmiliki barat molekul yang berbeda-beda. Makin lama dextrin yang terbentuk,
makin kecil berat molekulnya. Reaksi khusus yang dipergunakan untuk mengetahui
tingkat hidrolisis tersebut di atas adalah larutan iodium (Page David 1991).
Selaim itu pereaksi Benedict juga dapat
digunakan untuk mengetahui gula pereduksinya. Benedict adalah larutan yang
mengandung ion-ion tembaga (II) yang dikompleks dalam sebuah larutan basa.Melalui
penambahan tetesan larutan iodium berfungsi
untuk mengidentifikasi adanya pati di dalam larutan dengan adanya perubahan
warna menjadi biru.
Pada
suhu optimum amilase dapat menjalankan fungsinya mengubah amilum menjadi
maltosa. Amilum dan dekstrin yang molekulnya masih besar dengan iodium memberi
warna biru, dekstrin-dekstrin antaranya (eritrodekstrin)memberi warna coklat
kemerah-merahan. Sedangkan dekstrin-dekstrin yang molekulnya sudah kecil lagi
(akhrodekstrin) dan maltosa tidak
memberi warna dengan iodium. Titik
saat campuran tidak memberi warna lagi (jernih) disebut titik akromatik. Warna jernih dapat terbentuk disebabkan amilum yang
berikatan dengan iod sehingga warna ungu telah mengalami proses hidrolisis
menjadi maltosa dan dekstrin yang tidak menimbulkan warna apabila berada dalam
larutan iodium (Panil 2004).
Enzim amilase seperti
halnya enzim yang lain yang dapat dipengaruhi oleh keadaan pH lingkungan
sekitarnya. Pada saat pH yang kecil (asam) maka akan memberi pengaruh terhadap
sususan enzim, seperti terjadi keadaan denaturasi. Keadaan pH yang tidak sesuai
dengan lingkungan enzim itu berasal dapat juga memberikan pengaruh terhadap optimasi
kerja enzim tersebut. Enzim amilase yang dapat mempengaruhi unsur sakarida
dapat pula memberikan pengaruh terhadap pati yang merupakan homopolimer glukosa
yang dihubungkan oleh ikatan α-glikosidik (Winarno 1992). Enzim memiliki pH optimal sekitar pH 7 (netral) dan
jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi.
Akan tetapi beberapa enzim hanya beroperasi dalam keadaan asam atau alkalis.
Sebagai contoh, pepsin, enzim yang dikeluarkan ke lambung, hanya dapat
berfungsi dalam kondisi asam, dengan pH optimal 2 (Gaman & Sherrington,
1994). Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam ataupun gugus basa
terutama pada residu terminal karboksil dan asam aminonya. Namun dalam suatu
reaksi kimia, pH untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa
karena akan menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi.
Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8,
dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi (Williamson
& Fieser, 1992).
Dari data yang ditunjukan pada tabel 1, campuran air liur dengan HCl pada pH
1 masih mengandung pati saat diberi perekasi Iodium, sedangkan pada pereaksi
Benedict membuktikan enzim belum dapat melangsungkan fungsinya untuk memecah
pati menjadi gula pereduksi. campuran air liur dengan CH₃COOH yaitu pada pH 3
sudah menghasilkan rekasi negatif pada pereaksi Iodium dan enzim mulai
berfungsi hingga bisa memecah pati menjadi gula pereduksi. Campuran air
liurdengan aquades yaitu pada pH 5 menhasilkan reaksi yang sama seperti pada CH₃COOH, begitu pula pada
campuran air liur dengan NaCO₃.
Hal ini menunjukkan kerja enzim saliva dimulai dari pH 3 sampai dengan pH 11,
namun semakin tinggi pH kerja enzim semakin berkurang.
Pati mentah yang digunakan
merupakan pati yang tidak mengalami proses pemanasan. Sedangkan, pati matang
merupakan pati yang sebelumnya sudah mengalami pemanasan. Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa hidrolisis pati
matang mempunyai titik akromatik yang lebih cepat dari pati mentah yaitu 24
menit. Sedangkan, pati matang 36 menit. Hal itu sesuai dengan literatur bahwa
pati yang matang akan lebih cepat mengalami hidolisis. Pada pengamatan pada
pati mentah terjadi kesalahan sehingga titik akromatiknya tidak tepat. Pada
awal pengamatan sampel percobaanya memiliki warna kuning yang ditengahnya
terdapat titik biru, semakin lama titik biru mulai berkurang akan tetapi pada
menit 36 justru berubah mencadi biru pekat. Hal itu dapat terjadi karena beberapa hal
seperti saringan air liur yang kurang sempurna, masih terdapat gumpalan pati
yang belum tercampur dengan baik. Selain itu penetesan
kadar air liur dan iodium tidak seimbang sehingga pada awal pengamatan warna
kuningnya lebih dominan. Sehingga pada pengamatan kedua bisa dikatakan bahwa
hidrolisis patinya kurang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Gaman, P.M & K.B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu
Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Universitas Gadjah Mada press. Yogyakarta.
Imas. 2010.Pengaruh pH dan Temperatur terhadap Aktivitas Enzim
Amilase.
(online)
(www. Skripsi4u.com. [30 November 2010]
Page David. 1991.
Prinsip-Prinsip Biokimia. Jakarta: Penerbit Erlangga
Panil Z. 2004. Memahami Teori dan Praktek Biokimia
Dasar Medis. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Winarno F G. 1994. Kimia PangandanGizi. Jakarta: PT
GramediaPustakaUtama.
Williamson,K.L & L.F.Fieser. (1992). Organic
Experiment 7th Edition. D C Health ang Company. United States of
America.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar